Daftar isi
Kata pengantar…………………………………………………….….i
Daftar isi……………………………………………………………...ii
Bab I. PENDAHULUAN…………………………………………….1
A. Latar Belakang………………………………..…..……...…..1
B. Rumusan Masalah………………………………………...….1
Bab II. PEMBAHASAN……...……………………………………....2
A. Pengertian konstitusi dan tugas konstitusi……………………2
B. Sejarah lahirnya konstitusi……………………………………3
C. Pentingnya konstitusi dalam Negara………………………….5
D. Konsep dasar konstitusi……………………………………….6
E. Konstitusi demokrasi ……………………………………........9
F. Perubahan konstitusi ………………………………...............10
BAb III. PENUTUP………………………………………………….12
Kesimpulan…………………………………..………………12
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...13
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Sebagai mana kita pahami betapa pentingnya suatu konstitusi bagi suatu negara, yang ke depannya konstitusi tersebut dapat memberikan konsep keteraturan bagi suatu negara. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus Bangsa amatlah penting untuk memahaminya, agar kita menjadi generasi yang bisa memahami konstitusi negara kita sendiri khususnya dan negara-negara lain pada umumnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu konstitusi?
2. Bagaimanakah awal mula lahirnya konstitusi?
3. Mengapa setiap negara memerlukan konstitusi?
4. Apa saja konsep dasar konstitusi?
5. Apa itu konstitusi demokrasi?
6. Bolehkah konstitusi diubah?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi dan tujuan Konstitusi
Terdapat dua istilah terkait dengan norma atau ketentuan dasar dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Kedua istilah tersebut adalah Konstitusi dan undang-undang dasar. Konstitusi berasal dari bahasa Prancis, constituer, yang berarti membentuk. Maksud dari istilah tersebut adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dua kata, yakni cume, berarti "bersama dengan. . .",dan statuere, berarti "membuat sesuatu agar berdiri" atau "mendirikan, menetapkan sesuatu". Sedangkan undang-undang dasar merupakan terjemahan dari istilah Belanda, grondwet. Kata grond berarti tanah atau dasar, dan wet berarti undang-undang.
Istilah konstitusi (Constitution) dalam bahasa Inggris memiliki makna yang lebih luas dari undang-undang dasar, yakni keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara bagaimana pemerintah diselenggarakan dalam masyarakat. konstitusi, menurut Miriam Budiardjo, adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa. Sedangkan undang-undang dasar merupalan bagian tertulis dari konstitusi.
Dari pengertian konstitusi di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada penguasa.
2. Dokumen tentang pembagian tugas dan wewenangnya dari sistem politik yang diterapkan.
3. Deskripsi yang menyangkut hak asasi manusia.
Secara garis besar, tujuan Konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang pemerintah dan menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
Sedangkan, menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:
1. Jaminan hak-hak manusia;
2. Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:
1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2. Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3. peradilan yang bebas dan mandiri.
4. pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi di atas merupakan dasar utama dari suatu pemerintah yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara atau pemerintah disebut demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusinya telah menetapkan aturan dan prinsip-prinsip diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai negara yang konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.
B. Sejarah Lahirnya Konstitusi
Catatan historis timbulnya negara konstitusional sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal sejak zaman Yunani, dimana mereka telah memiliki beberapa kumpulan hukum.
Kota Athena pernah mempunyai tidak kurang dari sebelas konstitusi, pada masa itu pemahahaman tentang ”konstitusi” hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata.
Sejalan dengan perjalanan waktu, dimasa kekuasaan Roma pengertian konstitusi mengalami perubahan makna; ia merupakan suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar, pernyataan dan pendapat ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan setempat selain undang-undang. Konstitusi Roma memiliki pengaruh sangat besar sampai abad pertengahan yang memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham demokrasi perwakilan konstitusionalisme modern.
Pada abad VII lahirlah piagam Madinah atau konstitusi Madinah. Piagam Madinah yang dibentuk pada awal masa klasik Islam (622 M) merupakan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh bermacam kelompok dan golongan. Konstitusi Madinah yang berisikan tentang hak bebas berkeyakinan, berpendapat, bersosialasasi dan mengatur kepentingan umum dalam kehidupan sosial yang majemuk. Konstitusi Madinah merupakan suatu bentuk konstitisi pertama di dunia yang telah memuat meteri sebagaimana selayaknya konstitusi modern dan telah mendahului konstitusi lainnya di dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Selanjutnya pada abad XVII, kaum bangsawan inggris yang menang dalam revolusi istana telah mengakhiri masa absolutisme kekuasaan raja dan menggantikannya dengan sistem parlemen sebagai pemegang kedaulatan. Akhir dari revolusi ini adalah deklarasi kemerdekaan 12 negara koloni Inggris pada 1776, dengan menetapkan konstitusi sebagai dasar negara yang berdaulat.
Pada tahun 1789 meletus revolusi Prancis, yang ditandai oleh ketegangan-ketegangan di masyarakat dan menganggu stabilitas keamanan negara. Kekacauan sosial di Prancis memunculkan perlunya konstitusi. Maka pada 14 September 1791 dicatat sebagai peristiwa diterimanya konstitusi Eropa pertama oleh Louis XVI.
Sejak peristiwa inilah sebagian besar negara di dunia, baik monarki maupun republik, negara kesatuan maupun federal, sama-sama mendasarkan prinsip ketatatnegaraannya pada sandaran konstitusi. Di Prancis muuncul sebuah buku karya J.J. Rousseau, Du Contract Social yang menyatakan bahwa mannusia terlahir dalam keadaan bebas dan sederajat dalam hak-haknya, sedangkan hukum merupakan ekspresi dari kehendak umum (rakyat). Deklarasi inilah yang mengilhami pembentukan konstitusi Prancis (1791), khususnya yang menyangkut hak-hak asasi manusia.
C. Pentingnya Konstitusi Dalam Negara
Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin terbentuk, maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Negara dan konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dr. A. Hamid S. Attamimi, dalam disertasinya berpendapat tentang pentingnya suatu konstitusi atau Undang-undang Dasar adalah sebagai pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pemahaman di atas, Struycken dalam bukunya Net Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlanden menyatakan bahwa konstitusi merupakan barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding father, serta memberi arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang akan dipimpin. Semua agenda penting kenegaraan ini tercover dalam konstitusi, sehingga benarlah kalau konstitusi merupakan cabang yang utama dalam studi ilmu hukum tata negara.
Pada sisi lain, eksistensi suatu ”negara” yang diisyaratkan oleh A. G. Pringgodigdo, baru riel ada kalau telah memenuhi empat unsur, yaitu:
1) Memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat,
2) Wilayah Tertentu
3) Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
4) Pengakuan dari negara-negara lain.
Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi dari dua segi. Pertama, dari segi sisi (naar de Inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara. Kedua, dari segi bentuk (Naar de Maker) oleh karena yang memuat konstitusi bukan sembarangan orang atau lembaga. Mungkin bisa dilakukan oleh raja, raja dengan rakyatnya, badan konstituante atau lembaga diktator.
Pada sudut pandang yang kedua ini, K. C. Wheare menggkaitkan pentingnya konstitusi dengan peraturan hukum dalam arti sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan yang mempunyai ”wewenang hukum” yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan kekuatan hukum pada konstitusi.
D. Konsep Dasar Konstitusi
A. Istilah Konstitusi
Istilah konstitusi secara umum menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah negara, peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.
Sehubungan dengan konstitusi ini para sarjana dan Ilmuan Hukum Tata Negara terjadi perbedaan pendapat:
1. Kelompok yang menyamakan konstitusi dengan undang-undang;
2. Kelompok yang membedakan konstitusi dengan undang-undang.
Menurut paham Herman Heller, konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari undang-undang. Dia membagi konstitusi dalam tiga pengertian antara lain:
a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die Polotiche Verfasung Als Gesellchaftliche)
b. Unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat dijadikan sebagai suatu kesatuan hukum dan tugas mencari unsur-unsur hukum '' Abstraksi ''.
c. Ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi dan berlaku dalam suatu negara.
Menurut Lord Bryce, terdapat empat motif timbulnya konstitusi :
1. Adanya keinginan anggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang mungkin terancam dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa;
2. Adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan harapan untuk menjamin rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu;
3. Adanya keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara penyelenggaraan ketatanegaraan;
4. Adanya keinginan untuk menjamin kerja sama yang efektif antar negara bagian.
B. Pembagian dan Klasifikasi Konstitusi
Where membedakan konstitusi atas tiga bagian:
1) Konstitusi tertulis dan tidak tertulis
Suatu konstitusi dikatakan tertulis bila berupa suatu naskah (Documentary Constitution). Sedangkan konstitusi tidak tertulis tidak berupa naskah (Non-Documentary constitusion)
2) Konstitusi fleksibel dan rigid
Suatu konstitusi dikatakan fleksibel jika cara dan prosedur perubahannya mudah. Sebaliknya jika sulit cara dan prosedur perubahannya, maka ia termasuk jenis yang rigid.
3) Konstitusi derajat-tinggi dan tidak derajat-tinggi
Yang dimaksud berderajat tinggi ialah suatu konstitusi memmiliki kedudukan tetinggi dalam suatu negara. Dan jika dilihat dari bentuknya, ia berada diatas peraturan perundang-undangan yang lain. Sementara konstitusi yang tidak berderajat tinggi ialah yang tidak memiliki kedudukan serta derajat seperti konstitusi berderajat tinggi.
C. Nilai Konstitusi
Menurut Karl Loewenstein terdapat tiga nilai konstitusi:
a. Nilai Normatif
Hal ini diperoleh apabila segenap rakyat suatu Negara menerimanya dan bagi mereka konstitusi tersebut merupakan suatu kenyataan hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Artinya konstitusi benar-benar dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
b. Nilai Nominal
Konstitusi yang mempunyai nilai nominal yaitu berarti secara hukum konstitusi tersebut berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna. Sebab pasal-pasal tertentu dalam konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.
c. Nilai Semantik
Dalam hal ini konstitusi hanya sekedar istilah saja. Meskipun secara hukum konstitusi tetap berlaku, tetapi dalam kenyataanya pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan kepentingan pihak penguasa.
D. Sifat Konstitusi
Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel dan juga rigid. Menurut james Bryce, konstitusi dikatakan fleksibel bila bercirikan: Elastis karena dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah dan memungkinkan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang serta konstitusi tersebut dinamis. Sisi negatif dari konstitusi yang fleksibel adalah membawa akibat kemerosotan pada kewibaawaan konstitusi itu sendiri. Sedangkan dikatakan rigid bila ia sulit diubah.
E. Konstitusi Demokrasi
Pembahsan konstitusi erat kaitannya dengan sistem demokrasi yang dianut oleh suatu Negara. Kebanyakan Negara modern sekarang menganut sistem demokrasi konstitusional. Yang menjadi cirri khas demokrasi konstitusional adalah adanya pemerintahan kekuasaannya yang terbatas dan tidak diperkenankan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Pembatasan tersebut tercantum dalam konstitusi. Dalam sistem demokrasi konstitusional, kekuasan negara berada di tangan rakyat. Pemegang kekuasaan dibatasi wewengannya oleh konstitusi sehingga tidak melanggar hak-hak asasi rakyat. Antara kekuasaan eksekutif dan cabang-cabang kekuasaan lainnya terdapat ceck and balance. Lembaga legislatif mengontrol kekuasaan eksekutif sehingga tidak keluar dari rel konstitusi.
Tujuan utama konstitusi ialah membatasi secara efektif kekuasaan pemerintahan, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Tujuan penting dari konstitusi ialah untuk melindungi hak-hak dasar warga negara dari penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara Negara.
Kedua tujuan tersebut hanya dapat dicapai jika pengorganisasian kekuasaan negara tidak menumpuk pada satu badan atau satu orang saja, kekuasaan haruslah didistribusikan. Dengan pendistribusian kekuasaan ke beberapa atau lembaga dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Maka dari itulah istilah konstitusionalisme muncul untuk menandakan suatu sistem asas-asas pokok yang menatapkan dan membatasi kekuasaan serta hak bagi yang memerintah (pemegang kekuasaan) maupun bagi yang diperintah.
F. Pengertian Perubahan Konstitusi
Menurut Dasril Rabjad, perbuatan merubah harus diartikan dengan mengubah, yang dalam bahasa Inggris adalah To Amend The Constitution sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan Verandring (Veranderingen) in de Grondwet. Sedangkan menurut John M. Echols menyebutkan bahwa amandemen adalah amandemen yang dalam arti bahasa berarti mengubah undang-undang dasar.
Lebih tegas menurut Sri Soemantri:
"Dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman dalam mengubah konstitusi di Kerajaan Belanda, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Maka mengubah undang-undang dasar tidak hanya mengandung arti menambah, mengurangi, mengubah kata-kata dan istilah maupun kalimat dalam undang-undang dasar. Tetapi juga berarti membuat isi ketentuan undang-undang dasar menjadi lain daripada semula, melalui penafsiran."
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan perubahan konstitusi adalah segala usaha untuk menambah dan atau mengurangi baik sebagian atau seluruh makna yang terkandung dalam konstitusi tersebut melalui suatu mekanisme perubahan yang ditentukan berdasarkan peraturan ketatanegaraan yang berlaku.
Perubahan konstitusi merupakan keharusan dalam sistem ketatanegaraan suatu negara, karena bagaimanpun konstitusi haruslah sesuai dengan ralitas kondisi bangsa dan warga negaranya. Dengan kata lain, bahwa sifat dinamis suatu bangsa terhadap setiap peradaban harus mampu diakomodasi dalam konstitusi negara tersebut. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin bangsa dan negara tersebut akan tergilas oleh arus perubahan peradaban itu sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan
Konstitusi adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas pokok badan-badan pemerintah suatu negara yang secara garis besar bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk menjamin hak-hak yang diperintah.
Secara historis timbulnya konstitusi sebagai sesuatu jerangka kehidupan telah dan sejak zaman Yunani.
Konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan ketatanegaraan karena ia berfungsi sebagai pegangan dan pembari batas kekuasaan Negara.
Perubahan konstitusi merupakan suatu keharusan dalam system ketatanegaraan dalam suatu Negara, konstitusi karena sebuah konstitusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi bangsa dan negara yang sesuai dengan sifat konstitusi sendiri, yaitu fleksibel dan rigid.
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, A. Hamid S. Peranan Keputusan Persiden RI Dalam Penyelenggaraan NegaraI, Jakarta: Disertasi UI.
Kansil, C.S.T. 1989. Hukum Antara Tata Pemerintahan, Jakarta: Airlangga,
Kusnardi, M. dan Ibrahim, Harmaily. 1985. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bhakti.
Projodikoro, Wirjono. 1989. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Soemantri, Sri. 1971. Perbandingan Hukum Tatanegara, Bandung: Alumni.
Titok, Sumbodo. 1993. Hukum Tata Negara, Jakarta: Eresco.
Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul Demikrasi, HAM, dan Masyarakat
Wolhoff, G. J. 1960. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Timun Mas.
KONSTITUSI
20.02 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
makasih infonya
Posting Komentar